Perjalananku saat itu diawali dengan keinginanku untuk mengunjungi sebuah situs yang dinamakan Situs Megalitikum Arca Salaka Domas. Aku mulai mencari bahan di internet. Searching dengan keyword Salaka Domas. Lalu aku menemuan link Salaka Domas di sebuah situs pencarian. Aku mulai mencatat alamat situs tersebut. Beberapa hari kemudian dengan bekal dan pengetahuan seadanya, aku berangkat dari kantor tempatku bekerja, karena alamat yang tertera di situs tersebut kebetulan tidak terlalu jauh dari alamat kantorku. Pencarian itu terasa begitu singkat dan mudah. Beberapa jam perjalanan aku sudah tiba di alamat yang kutuju. Daerah itu terletak di daerah perbukitan hijau dengan udara yang segar. Dengan diantar oleh seorang bapak petani yang sedang bekerja, aku tiba di situs itu. Tapi aku kaget dan sedikit heran, karena lokasi itu sangat berbeda jauh keadaan nya dengan foto-foto yang aku lihat di internet. Keheranan itu sudah aku alami bahkan ketika aku bertanya kepada tukang ojek di persimpangan jalan raya. Dia tidak tahu letak Salaka Domas,dan bahkan baru mendengar nama itu dari mulutku. Tapi dia tahu ada sebuah situs di alamat yang aku sebutkan,oleh karena itu aku mengacuhkan rasa curigaku. Pikirku mungkin tukang ojeg ini tidak terlalu familiar dengan nama Salaka Domas. Dimulai dengan medan yang cukup membuat aku bingung karena kondisinya berbeda dengan foto-foto di internet. Tapi aku masih tetap mengacuhkannya. Hingga ketika aku tiba di titik dimana situs itu berada. Disana terpampang sebuah papan yang bertuliskan “Situs Megalitikum Watu Kujang & Watu Jolang”. Ah, aku salah alamat! Ternyata ini bukan situs Salaka Domas yang aku cari.
Tapi yang lebih membuatku heran, dengan alamat yang salah yang aku dapatkan dari internet,ternyata aku bisa mengunjungi situs ini tanpa ada halangan yang begitu berarti. Allah seperti menuntunku begitu saja ketempat ini. Allahuakbar! Mungkin ini yang dinamakan napak tilas yang sejatinya tanpa diinginkan pun,leluhur sudah menuntun kita ketempat dimana diri kita berasal. “Mulih ka Jati, Mulang ka Asal” begitulah istilah Sundanya.
Baiklah, sekilas mengenai Situs Watu Kujang & Watu Jolang, situs ini terletak di daerah perbukitan dengan udara yang segar dan masih alami. Diliputi kabut tipis yang menghalangi sinar matahari yang redup. Bahkan sesekali hujan gerimis turun dan menambah dingin dan gelapnya daerah tersebut. Situs ini seperti yang saku sebutkan, berbeda kondisinya dengan situs Salaka Domas. Area nya lebih kecil daripada situs Salaka Domas. Terdiri dari beberapa undakan batu yang tertata rapi,sebagian kecil menyerupai bentuk dan symbol-simbol tertentu. Ada sebuah kolam kecil dan sawung (tempat berteduh). Suasananya sepi karena tak ada seorang pun disana kecuali aku sendiri. Bahkan juru kunci yang bapak petani ceritakan kepadaku juga tidak aku temui. Sejenak aku melepas lelah dengan duduk-duduk di sawung, mengeluarkan rokok ‘Djarum Black’ku. Ku arahkan mata ke sekeliling area situs. Sangat terasa hawa yang sangat kuat,menandakan bahwa tempat ini sudah berusia tua dan sudah ada sejak lama. Aku padamkan sisa batang rokokku,lalu segera mangambil air wudhu di kolam. Kuteruskan sholat dhuha dan hajat dan sekedar memanjatkan doa. Lalu aku mulai berkeliling mengitari area situs. Mulai dari batu yang kecil dan besar ada disana. Tapi perhatianku tertuju pada sebuah batu yang paling besar yang dinaungi oleh atap seng. Bentuknya menyerupai senjata khas Suku Sunda, yaitu Kujang. Apakah ini yang dinamakan batu Kujang? Walaupun masih ada batu lain yang lebih kecil yang bentuknya sama, tapi perhatianku aku konsentrasikan dengan batu yang satu ini. Di sekeliling batu ini aku temukan bunga-bunga rampe yang sudah mulai membusuk. Ada bekas sesajen,seperti air kopi,buah kelapa yang sudah dikupas,batang rokok dan beberapa batang dupa. Lalu dengan kamera HP aku mengabadikan batu itu. Langkahku kemudian aku bawa ke sebuah batu yang berbentuk agak tipis dan cekung. Ya, batu ini seperti jolang (sejenis bak) yang di cekungannya itu masih terlihat genangan air bekas hujan. Mungkin ini yang namanya Watu Jolang. Daerah ini didominasi oleh tumbuhan Hanjuang Merah. Disetiap sudut tumbuh pohon-pohon itu. Hal ini lumrah karena Hanjuang merupakan “ciciren”/ symbol budaya Sunda. Bagian demi bagian dari situs aku abadikan dengan kamera HP,termasuk daerah sekelilingnya diluar pagar situs. Setelah puas aku kembali ke sawung untuk melihat hasil jepretanku. Agak buram,tapi lumayan untuk kenang-kenangan dan bukti bahwa aku sudah pernah datang ke tempat ini. Sebelum pulang aku berniat menunggu beberapa saat,siapa tahu juru kunci tempat ini datang. Tapi setelah hampir satu jam,orang yang aku cari tidak juga muncul. Lalu aku putuskan untuk melangkah pergi dari tempat itu.
Sepulang dari situs itu,aku kembali membuka laptopku untuk masuk ke link yang sebelumnya sudah aku buka untuk mencari alamat situs Salaka Domas, dan ternyata aku membuka link yang salah. Sedang yang dinamakan Situs Arca Megalitikum Salaka Domas bahkan tidak terletak di kota tempat tinggalku! Hanya beberapa nama desa dan jalan yang hampir persis sama dengan Situs Watu Kujang & Watu Jolang berada. Luar biasa!
Situs Watu Jolang & Watu Kujang merupakan tempat yang penuh dengan aura tua dan mistis. Setidaknya itu yang aku rasakan. Bahkan suasana itu masih terngiang dan terasa hampir di seluruh panca indera ku. Tapi walaupun begitu, kenangan perjalananku akan aku ingat seumur hidupku. Perjalanan ketika aku merasa dipanggil ke tempat dimana seharusnya aku ‘pulang’. Jika ada rezeki dan umur aku akan mengunjungi tempat ini lagi. Tempat yang sudah menjadi bagian dari hidupku dalam mencari sejatinya diriku. Menelusuri tapak tilas leluhur-leluhurku.
Ini ada satu sumber link yang menjelaskan Situs Watu Kujang & Watu Jolang
Secara administratif terletak di Kampung Tenjolaya Girang, Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug. Situs ini terletak di lereng Gunung Salak di areal yang bergelombang. Secara astronomis terletak pada koordinat 6045’09 LS dan 106044’39” BT.Area situs dibatasi aliran Sungai Cisaat di sebelah timur, sebelah utara berupa lahan pertanian, pertemuan aliran Cileueur dan areal persawahan di sebelah barat, dan pertemuan aliran Sungai Cisaat serta dan Cileueur di sebelah selatan. Situs seluas .. ini dibatasi pagar kawat. Di wilayah tumbuh pohon bambu, laban, nangka, durian, damar, harendong, dan tanaman perdu seperti honje, salak, dan hanjuang. Untuk menuju ke situs, kendaraan roda dua dan empat hanya bisa mencapai di kampung terdekat, yaitu Kampung Tenjolaya. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki. Jalan setapak dan menanjak harus dilalui untuk mencapai situs ini. Tantangan lain adalah udara yang cukup dingin pada ketinggian situs mencapai 800-an m dari permukaan air laut.
Situs Batu Kujang I dan II merupakan situs permukaan tanahnya miring makin ke utara makin tinggi. Di beberapa bagian lahan dibatasi struktur batu sehingga lahan ini membentuk punden berundak. Bentuk lahan yang demikian terbagi menjadi dua, bagian pertama yang terletak di bagian timur situs dan bagian barat dari situs. Kedua bagian itu dibatasi oleh tanggul batu.
Mehir ”Batu Kujang”Situs Batu Kujang I dan II
Pada bagian paling bawah atau paling selatan dari bagian pertama situs terdapat tiga menhir berukuran tinggi 79 cm, 67 cm, dan 60 cm. Teras di atasnya tidak terdapat tinggalan arkeologis. Di teras berikutnya terdapat 3 menhir berjajar dengan ukuran tinggi 92 cm, 52 cm, 95 cm. Selain itu juga terdapat batu datar berbentuk tidak beraturan. Di teras keempat dan kelima tidak ditemukan tinggalan arkeologis.
Bagian kedua dari situs mempunyai bentuk lahan yang hampir sama dengan lahan bagian pertama. Teras pertama terdapat hamparan batu berukuran panjang 135 cm, lebar 120 cm, dan tinggi 6 cm. Di sekitar hamparan batu tersebut terdapat menhir berukuran tinggi 79 cm; batu datar berukuran panjang 120 cm, lebar 34 cm, dan tebal 11 cm; dolmen berukuran panjang 116 cm, lebar 52 cm, dan tebal 13 cm; dan hamparan batu berukuran 200 cm x 160 cm. Di teras kedua terdapat batu alam. Di teras selanjutnya terdapat menhir berukuran tinggi 147 cm, menhir yang lain berbentuk bengkok berukuran tinggi 105 cm. Di teras selanjutnya terdapat 3 menhir dan batu datar. Ukuran tinggi masing-masing menhir adalah 53 cm, 130 cm, dan 90 cm, sedangkan batu datar mempunyai ukuran 90 m x 60 cm. Di teras ketiga terdapat menhir berukuran tinggi 71 cm, dan dua batu datar yang masing-masing berukuran 90 cm x 37 cm dan 54 cm x 46 cm. Selain itu juga terdapat struktur batu melingkar dengan menhir berukuran tinggi 90 cm. Di teras keempat atau yang tertinggi terdapat struktur batu melingkar berdiameter 2m yang di tengahnya terdapat menhir dengan bentuk menyerupai kujang setinggi 208 cm. Menhir ini oleh masyarakat disebut Batu Kujang. Di sebelah timur batu kujang terdapat menhir berukuran tinggi 52 cm. Di teras ini pula terdapat batu alam berjajar yang masing-masing berukuran 205 cm x 57 cm x 13 cm; 173 cm x 24 cm x 8 cm; 287 cm x 67 cm x 9 cm. Tinggalan lain di teras ini adalah batu jolang berukuran 180 cm x 107 cm dengan kedalaman lubang 14 cm.
Selain di areal berpagar di lokasi ini terdapat batu alam berukuran 180 cm x 75 cm yang oleh masyarakat disebut batu mayat. Tinggalan arkeologis lainnya adalah menhir setinggi 95 cm.
Dokumentasi :
Watu Kujang
Watu Jolang
Situs-situs lain :
No comments:
Post a Comment
Mangga upami bade komentar atawa aya nu janten pitaroskeunneun,di post wae didieu..